Bisnis daur ulang sampah melalui bank sampah dinilai cukup potensial. Ada sekitar 4.000 bank sampah yang sudah beroperasi dengan mengumpulkan sampah rumah tangga, untuk kemudian dipisahkan berdasarkan jenisnya dan didaur ulang menjadi produk craft atau pupuk siap jual. Dari aktivitas tersebut memiliki nilai tidak kecil, yakni sekitar Rp 18 miliar.

Pembangunan bank sampah juga dapat menjadi momentum untuk membina kesadaran kolektif masyarakat untuk memulai memilah, mendaur ulang, dan memanfaatkan sampah, karena sampah ternyata mempunyai nilai jual yang cukup baik. Maka bank sampah yang telah terintegrasi dalam wadah koperasi sudah seharusnya melembagakan dirinya sebagai badan usaha yang dikelola secara profesional layaknya lembaga bisnis berprinsip koperasi.

Demikian diungkapkan Staf Ahli Menkop dan UKM Hasan Jauhari, usai membuka kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Bank Sampah Sebagai Entity Bisnis Koperasi’ yang diselenggarakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, Selasa (24/4) di Bogor.

Hasan menambahkan, potensi bisnis bank sampah tersebut dapat dikembangkan menjadi bisnis yang bernilai jual tinggi. Mengingat banyaknya manfaat yang bisa didapatkan dari sampah yang telah diolah menjadi produk kerajinan ataupun pupuk. Namun untuk mengembangkan bisnis bank sampah, menurutnya masih perlu dioptimalkan dan dibuat kelembagaan formal dalam bentuk koperasi yang mampu mewadahi bank sampah sebagai entitas bisnis, guna menambah pendapatan masyarakat.

Masih kata Hasan, jika selama ini bank sampah hanya mengelola sampah anorganik yang jumlahnya hanya sebesar 30% dari total sampah yang ada, lalu diolah menjadi berbagai bentuk kerajinan, cindera mata dan sebagainya. Maka setelah menjadi Koperasi Bank Sampah, terbuka peluang usaha yang lebih menarik dengan manajemen pengelolaan yang semakin baik. “Mungkin kelompok-kelompok yang bergerak di bidang ini, bisa diberi akses permodalan. Bisa juga istrinya diberikan usaha lain, bisa dikasih pendidikan, dan sebagainya,” jelasnya.

Sedangkan Agus Saefudin Dirjen PSBL3 KLHK menambahkan bahwa peluang bisnis bank sampah dapat dilihat berdasarkan jumlah sampah. Tergantung dari kuantitas sampah dan harus mempunyai perhitungan harga-harga sampah itu. Sehingga kalau mau mendirikan bank sampah, nasabah itu komposisinya seperti apa. “Misalkan organiknya 50%, non organiknya 50%. Yang akan diolah sampah non organik, seperti kertas, plastik, kaleng,” jelasnya.
Namun kata dia bukan berarti sampah organik tidak berpeluang bisnis. Sampah organik juga bisa diolah menjadi pupuk.

Adapun Ketua Koperasi Warga Mandiri Delima, Prakoso dalam kesempatan yang sama juga menambahkan, anggota bank sampah belum tentu anggota koperasi bank sampah. Kecuali dana yang dikumpulkan sudah memenuhi persyaratan iuran anggota koperasi, maka anggota bank sampah dapat dinyatakan sebagai anggota koperasi bank sampah.

Saat mendirikan Koperasi Warga Mamdiri Delima, menurut Prakoso seringkali pihak kelurahan menegur kegiatan bank sampah, lantaran dicurigai menggunakan anggaran Pemerintah. Sementara modal awal yang digunakan untuk membangun bank sampah adalah berasal dari iuran anggota. “Tetapi kita bertahan dan berhasil bahkan menjadi bank sampah terbaik di 6 kota,” ungkapnya bangga.