Gerakan Koperasi Indonesia masih harus bersabar untuk memiliki Undang-Undang (UU) Perkoperasian yang baru, sebagai pengganti UU No.25/1992 tentang Perkopersasian, yang saat ini masih dipakai.

Bukan apa-apa, Rancangan Undang-undang (RUU) tentang perkopertasian yang diharapkan dapat disahkan dalam tahun ini, ternyata masih harus tertunda.  Dan “ketok palu” sudah dilakukan oleh DPR-RI untuk perpanjangan pembahasan RUU Perkoperasian dengan rentang waktu yang belum ditentukan.

Perpanjangan pembahasan RUU Perkoperasian ini diputus dalam Sidang Paripurna DPR-RI yang digelar di Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara II DPR (13/2/2019).

“Pembahasan tentang RUU Perkoperasian masih harus terus dilanjutkan, karena masih banyak pasal-pasal yang perlu direvisi dan disempurnakan,” kata Wakil Ketua DPR-RI Agus Hermanto, seusai sidang Paripurna DPR.

Dalam catatan Pipnews.co.id, sidang paripurna DPR kali ini adalah yang kedua sejak RUU Perkoperasian dibahas pada 19 Oktober 2016. Sidang paripurna pertama diadakan pada 26 Juli 2018. Dengan demikian perpanjangan pembahasan RUU Perkoperaian ini sudah untuk yang kedua kalinya. Lantas, sampai kapan ?.

Tidak hanya RUU Perkoperasian yang diperpanjang pembahasannya. Sidang paripurna ini juga memutus 8 RUU lainnya diperpanjang pembahasannya, Yaitu RUU tentang Pertanahan, RUU tentang KUHP, RUU tentang jabatan Hakim, RUU tentang Mahkamah Konstitusi, RUU tentang Pemasayarakatan, RUU tentang Sumber Daya Air, RUU tentang Larangan Praktik Monopoli Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Sexsual.

Meski demikian paripurna ini juga memutus dua RUU menjadi UU. Yaitu UU Kebidanan dan Kerjasama Industri Pertahanan dengan Republik of Belarusia.