Koperasi lahir dari suatu kebutuhan melalui kelompok-kelompok untuk menolong dirinya sendiri. Karena itu, berdirinya koperasi tidak lagi top down seperti jaman dulu, tetapi lebih adanya kebutuhan untuk bekerjasama dalam membantu dirinya sendiri melalui suatu kelompok.

Maka, terhadap kelompok masyarakat atau pekerja yang belum tergerak untuk mendirikan koperasi. Saatnya dilakukan sosialisasi dan memberikan pendidikan tentang apa itu koperasi, dan bagaimana bisa mendapatkan manfaat dari adanya sebuah koperasi tersebut. Demikian disampaikan Sekretaris Kementrian Koperasi dan UKM, Prof Rully Indrawan dalam pertemuan dengan para pengusaha  dan pegiat koperasi, di Kabupaten Sukabumi, Sabtu (18/5).

Rully menambahkan, seiring era revolusi industri 4.0 saat ini telah muncul tren ekonomi kolaborasi (ekonomi berbagi) yang melibatkan banyak pihak. Dimana semua pihak itu mendapatkan manfaat dari adanya suatu kegiatan ekonomi. “ Lihat saja perusahaan aplikasi seperti Traveloka maupun lainnya, sehingga pengusaha hotel tidak harus memiliki suatu hotel, demikian juga dengan Gojek atau Grab yang tidak harus memiliki ribuan mobil maupun motor. Semua mendapatkan manfaat, bahkan sampai ke konsumennya, sekalipun dengan biaya yang lebih murah dan cepat mendapatkan layanan,” ujarnya.

Menurutnya, semangat ekonomi kolaborasi ini sudah sesuai dengan marwah dari koperasi yang mendasarkan diri pada saling kerja sama untuk memenuhi kebutuhannya. Di kalangan generasi milenial imbuh Rully, trend ekonomi berbagai lini juga banyak dijumpai di kota-kota sehingga tercipta suatu kelompok-kelompok usaha atau co working.

Sambung Rully, disinilah peluang dari koperasi sebagai akar budaya nasional untuk masuk dengan dengan memberikan pendidikan kepada generasi muda mengenai perkoperasian. Demikian pendekatan yang dilakukan juga tak lagi bisa dilakukan secara konvensional seperti dulu, namun menyesuaikan dengan kebutuhan mereka, misalnya setelah berkelompok dan usahanya berkembang, tentunya ada kebutuhan mereka akan adanya suatu badan hukum, nah koperasi merupakan wadah yang tepat bagi mereka akan kebutuhan suatu badan hukum.

Semantara itu Sudarno Rais, Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Sukabumi yang juga Ketua Kopkar PT Muara Tunggal (MT), menyampaikan, di wilayahnya yang memiliki banyak pabrik besar, juga diakui belum banyak yang memiliki koperasi karyawan (Kopkar). Dengan demikian banyak karyawan/pekerja yang terjerat rentenir dalam memenuhi kebutuhannya.

Andai saja ada koperasi lanjut Sudarno, kondisi tersebut bisa ditangkal. Sebab, mereka bisa meminjam uang atau kebutuhan lain melalui koperasi. Namun sayangnya kata dia, kesadaran di antara pekerja untuk mendirikan koperasi masih rendah. Sebaliknya malah ada karyawan di tingkat middle/manager yang justru bekerjasama dengan rentenir. “Sisi lainnya juga kurang adanya dorongan dari institusi terkait/eksternal misalnya dari pemerintah daerah ataudinas yang membidangi pemberdayaan tersebut. Padahal , bila ada karyawan  terjerat praktek rentenir, maka akan berdampak kepada efektivitas kinerja dan menghambat hubungan internal karyawan, “ ujarnya.

Untuk itu, pihkanya memiliki keinginan untuk memberantas serta menghindari maraknya praktek rentenir yang dapat mencekik dan menyengsarakan para karyawan di lingkungan perusahaan. Dengan membangun dan membesarkan Kopkar yang keuntungannya akan dikembalikan kepada seluruh anggota, berupa Sisa Hasil Usaha (SHU) dalam setiap tahunnya.

“Sebenarnya keberhasilan seseorang karyawan, tidak dilihat dari berapa besar gaji yang didapatkan dalam setiap bulannya. Tetapi keberhasilan seseorang karyawan dapat dilihat dari berapa besar uang dari penghasilannya yang dapat disisihkan dalam setiap bulannya,” ungkap Sudarno

Menurutnya, Kopkar PT. MT pada 2017 telah membuktikan dengan membagi SHU senilai Rp 480 juta kepada anggota,dan Rp 630 juta pada 2018. Selain itu kopkar PT.MT melalui Mini Marketnya juga menyediakan sembako murah sebagai upaya membantu karyawan memenuhi kebutuhan hidupnya. Sudarno juga berharap Kopkar PT.MT dapat dijadikan Row Model atau contoh bagi para karyawan dan pimpinan di perusahaan-perusahaan yang ada di wilayah Sukabumi.

“Kami juga menghimbau kepada segenap jajaran Pejabat Pemerintah Daerah, terutama Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Koperasi, supaya mendorong tumbuh dan berkembangnya Kopkar di setiap perusahaan yang ada di Sukabumi. Dengan demikian karyawan dapat terhindar dari jeratan lintah darat dan mampu mewujudkan kesejahteraan para karyawan,” pungkas Sudarno.

Adapun Kadinaskopdag Kab Sukabumi, Hardiana, menambahkan, saat ini jumlah Kopkar di Kab Sukabumi sebanyak 220 unit, namun yang beroperasi dengan baik baru sekitar 40 kopkar saja. “Sebenarnya kopkar ini bisa dibilang relatif lebih mudah berkembang karena anggotanya berada dalam satu lingkup perusahaan. Namun biasanya tiap pucuk pimpinan berubah juga dukungannya, karena itu mungkin sosialisasi penting adanya koperasi ini akan kita arahkan juga pada pimpinan perusahaan,” ujarnya.