Pipnews.co.id, Jakarta – Kementerian Koperasi dan UKM diharapkan fokus pada upaya reformasi total koperasi, termasuk memperbaiki kelembagaan koperasi yang ada. Pernyataan tersebut dikemukakan Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto di Jakarta, Senin (14/1).
Menurutnya capaian Kemenkop dan UKM hingga 2018 untuk melalukan reformasi total perkoperasian perlu lebih fokus untuk perbaiki kelembagaan koperasi. Sejak pemerintahan Jokowi-JK berjalan 4 tahun lalu, kata dia, capaian kontribusi koperasi PDB naik cukup signifikan dari 1,7 persen menjadi 4,48% dari jumlah koperasi sebanyak 152 ribu dan anggota 26 juta sesuai data BPS, 2018. Demikian jumlah pengusaha juga meningkat hingga 3,39%.
“Pencapaian tersebut perlu diapresiasi dan ini pertanda ada perbaikan dalam kualitas koperasi. Hanya saja masih sangat disayangkan misi reformasi total tentu belum seperti yang diharapkan,” katanya.
Dalam pandangan dia, masih ada potensi 80-an ribu koperasi yang tinggal papan nama dan ini sebaiknya segera saja dibubarkan. Menurutnya hal ini perlu dilakukan, agar citra koperasi segera dilihat dan masyarakat dapat mengetahui sebetulnya mana yang disebut sebagai sungguh-sungguh koperasi, atau hanya rentenir berbaju koperasi dan koperasi abal-abal.
Upaya pembubaran segera ini diperlukan untuk merombak paradigma masyarakat yang selama ini berpandangan minir terhadap koperasi. Masih kata Suroto, seharusnya ini jadi fokus utama dari Kemenkop dan UKM yang dikerjakan dalam jangka waktu yang singkat.
“Namanya saja rehabilitasi, kalau terlalu lama namanya bukan rehabilitasi lagi. Jadi, nanti kalau sudah tinggal 70-an ribu lagi, tinggal dipilah mana yang perlu direorientasi dan didorong pengembanganya,” katanya.
Suroto mengaku salut dengan Kementerian saat ini, sepanjang sejarah Kemenkop dan UKM ada, belum pernah ada rekognisi berapa persen koperasi berkontribusi terhadap PDB dan juga melakukan pembubaran Koperasi. “Ini adalah warisan yang cukup baik untuk diteruskan dengan segala kekuranganya,” ujarnya lagi.
Namun demikian dia menilai, Kemenkop dan UKM masih banyak menyisakan pekerjaan rumah pada 2019 ini. Selain pembubaran koperasi yang abal-abal juga belum selesainya perundang-undangan perkoperasian paska dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Kemudian regulasi-regulasi sektoral yang sebetulnya menghambat perkembangan koperasi pun banyak sekali, misalnya terkait dengan perpajakan, regulasi sektoral dan lain-lain.
Misalnya regulasi sektoral yang menghambat perkembangan koperasi dan membuat koperasi menjadi kerdil dan tidak bisa masuk di lintas bisnis modern. Yakni, diantaranya lahirnya UU Rumah Sakit, UU Perpajakan, UU BUMN, UU Perbankkan, UU Penanaman Modal dan bahkan ke tingkat Permen, seperti Permendes tentang BUMDes yang tidak memberikan opsi bagi badan hukum koperasi.
Upaya untuk pengembangan koperasi juga agak tertinggal, seharusnya Kemenkop dan UKM itu juga sudah masuk ke sektor-sektor strategis, misalnya pada layanan publik dan juga pengembangan koperasi basis teknologi informasi.
“Dalam hal pengembangan wirausaha juga perlu dilakukan perombakan total dalam paradigma, karena saya melihat saat ini pelaku usaha kita masih didominasi oleh pengusaha mikro dan gurem,” tandas Suroto.
Agar imajinasi ekonomi rakyat itu tidak melulu kecil dan lemah anjur Suroto, sebaiknya Kemenkop dan UKM kedepan didorong saja untuk digabung dengan Kemen-BUMN atau diangkat naik jadi Kementerian Koordinator Ekonomi Rakyat dengan koordinasikan sektor-sektor yang ada. “Ini agar sesuai dengan misi kemandirian dan kegotongroyongan, ekonomi rakyat tidak hanya jadi slogan tapi tindakan nyata,” paparnya lagi.
Tetap Fokus
Menanggapi hal itu, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Meliadi Sembiring menegaskan, pihaknya pun tetap fokus terhadap upaya reformasi total koperasi. Selain itu lembaganya telah meluncurkan program reformasi total koperasi meliputi reorientasi, rehabilitasi, dan pengembangan koperasi.
Reorientasi dilakukan dengan mengubah paradigma pengembangan koperasi dari kuantitas ke kualitas sementara rehabilitasi dilakukan dengan mendata dan memperbarui data koperasi melalui Online Data System (ODS).
“Semua kebijakan itu telah mendorong naiknya kontribusi koperasi terhadap PDB dari 3,10 pada 2016 menjadi 4,48 persen pada 2017. Angka itu naik signifikan dibandingkan pada 2014 sebesar 1,71 persen,” katanya.
Rasio wirausaha di Indonesia pada 2016 juga meningkat menjadi 3,10 persen perpopulasi penduduk jika dibandingkan tiga tahun sebelumnya yang hanya 1,65 persen.
Pihaknya juga telah menerapkan sejumlah program untuk mendorong perkembangan koperasi dan UMKM di antaranya memangkas sukung bunga pinjaman KUR menjadi 7 persen pertahun selain juga memangkas pajak UMKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen. “Kebijakan ini kita harapkan akan mendorong koperasi dan UMKM agar semakin berkembang usahanya,” ujar Meliadi.
Kementerian Koperasi dan UKM kata Meliadi juga bekerja sama dengan kementerian dan lembaga lain, di antaranya Kementerian Keuangan, Kementerian Desa dan PDDT, serta Kemenkominfo. Selain itu juga mengembangkan kemitraan dengan tiga perusahaan e-commerce seperti Go-pay, T-cash dan T-money, marketplace, dan Bukalapak. Semuanya bekerja sama untuk meluncurkan kredit Usaha Mikro (UMi). Dengan transformasi digital, bisa dilayani dengan kredit UMI.
Di sisi lain imuh Meliadi, pihaknya juga telah meluncurkan sistem aplikasi android yang mudah digunakan, yakni Kemenkop Center dengan tampilan yang menarik sehingga masyarakat bisa mengunduh aplikasi ini untuk memperoleh informasi terkini dari Kementerian Koperasi dan UKM termasuk jumlah koperasi dan program terbaru kementerian.
“Kami juga menyediakan laporan keuangan mikro Lamikro untuk UKM yang merupakan aplikasi berbasis android dan bisa diunduh secara gratis dari Google Play,” katanya
Recent Comments