Penggunaan jaringan teknologi online di kalangan koperasi masih rendah. Hanya sebanyak 9.429 atau sekitar 12% dari total jumlah koperasi yang memanfaatkan teknologi tersebut. Ketidatahuan pelaku koperasi dan pandangan negatif terhadap efek yang berisiko, menghambat peralihan jaringan teknologi.

Padahal, pasar e-commerce sebesar Rp 337 triliun dengan 132 juta pengguna internet menjadi konsumen potensial.

“Belum banyak koperasi yang menyadari potensi tersebut sehingga masih sedikit koperasi yang memanfaatkan jaringan online,” kata Sekretaris dan UKM (Sesmenkop dan UKM), Agus Muharram dalam Sriboga Seminar dan Expo Budaya dan Kuliner Nusantara di Jogja Expo Center, Yogyakarta, Sabtu (16/9).

 

Kata dia, berdasarkan data tahun berjalan 2017, jumlah koperasi yang tercatat di Kementerian Koperasi dan UKM sebanyak 153.170 unit dengan 26.769 juta anggota. Jumlah koperasi yang sudah melaksanakan RAT sebanyak 80.008 unit.

Mengutip keterangan tertulis dikatakan, laporan hasil RAT yang disampaikan melalui jaringan online (melalui website, email, dan media sosial) sebanyak 9.429 unit atau hanya 12%. Berarti masih 70.579 unit mempergunakan media konvensional.

Sesmenkop dan UKM mengingatkan bahwa orientasi ekonomi sudah mengalami pergeseran paradigma sebanyak empat tahapan, yaitu ekonomi pertanian, ekonomi industri, ekonomi informasi, dan ekonomi kreatif. Guna mampu bersaing dalam paradigma yang sekarang ini, koperasi harus mengubah pola pikir (mindset) dalam hal desain, produk berkisah, simponi, empati, permainan, dan produk yang berarti.

“Hari ini, skala usaha bapak dan ibu masih mikro, kecil, dan menengah. Nanti kalau bertemu Saya lagi, skala usahanya Saya harapkan sudah harus naik kelas. Yang mikro jadi kecil, yang kecil dan menengah. Dan seterusnya,” kata Agus dihadapan peserta Seminar.

Untuk menaikkan skala usaha, kata Sesmenkop dan UKM, pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) harus bergabung dalam suatu koperasi. Koperasi menjadi jembatan penghubung pelaku dengan mitra strategis (pemasok dan distributor) dan pasar.

Wakil Rektor Bidang Riset dan Kerja Sama Ikopin, Yuanita Indriani mengatakan, pelaku UMKM masih terjebak pada kurang kepercayaan terhadap perubahan dan penolakan pada koperasi. Mayoritas UMKM masih belum siap dengan sesuatu yang berbau teknologi sehingga berdampak pada kualitas dan kuantitas produknya.

“Yang anehnya mereka menolak koperasi karena dinilai buruk, tetapi belum pernah berinteraksi dengan koperasi,” kata Yuanita.

Padahal koperasi bukan saja memperkuat kemitraan sesama anggota yang memiliki kesamaan produknya, namun juga membantunya dalam banyak hal, seperti : permodalan, posisi tawar terhadap pemasok, peningkatan kualitas produk, serta perluasan pemasaran.

Direktur Utama Sriboga Flour Mill (SFM), Alwin Arifin mengatakan bahwa pelaku usaha diharuskan melakukan pembenahan, termasuk dalam penguasaan teknologi, diantaranya pengepakan dan pemasaran.

“Kalau kita ingin maju, maka produknya harus tahan lama, packing-nya harus bagus. Kalau rasanya sudah enak, kita mudah dapat pasar,” kata Alwin. (Yan)