Permasalahan keberadaan koperasi di Indonesia yang perkembangannya tidak pesat dikarenakan masyarakat Indonesia yang memiliki persepsi yang salah. Hal itu dikatakan Rektor Institut Koperasi Indonesia (Ikopin), Burhanuddin Abdullah kepada Pipnews.co.id di kampus Ikopin, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat pekan lalu.

Kata dia, persepsi masyarakat di Indonesia tentang koperasi adalah lembaga yang kegiatannya hanya dibidang simpan pinjam keuangan. Padahal, koperasi lebih dititik beratkan kepada sektor riil. Seperti Koperasi Perikanan, Koperasi Perumahan, Koperasi Pertanian dan sebagainya.

“Persepsi inilah yang menyebabkan koperasi di  Indonesia tidak berkembang secara pesat. Bahkan cenderung menurun. Padahal koperasi itu ada di sektor rill. Kalau simpan pinjam kan ada bank,” ujar mantan Gubernur Bank Indonesia itu.

Selain itu, akibat persepsi yang salah dimasyarakat juga menyebabkan hampir 80 persen keberadaan koperasi di Indonesia adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Sehingga, koperasi yang ada di Indonesia tidak masuk ke dalam catatan Organisasi Koperasi Dunia atau International Cooperative Alliance (ICA).

“Yang masuk dan tercatat di dunia itu ada 300 koperasi. Indonesia tidak termasuk. Padahal Indonesia memiliki lembaga pendidikan yang  fokus di bidang koperasi. Justru kalah dengan Malaysia,” ujar dia.

Menurutnya, selain persepsi yang salah dimasyarakat tentanh koperasi, juga ada faktor lainnya. Diantaranya tidak ada keseriusan dalam melakukan managemen koperasi. Terutama di daerah-daerah pelosok mau pun pedesaan. Pun juga pemerintah yang kurang respon untuk ikut andil dalam mengembangkan koperasi.

Hilangnya koperasi di pedesaan seperti Koperasi Unit Desa, lanjut dia, juga tidak adanya ilmu dalam mengelola manajemen perkoperasian. Sehingga akhirnya para anggota koperasi bukan malah memajukan koperasi, namun justru berebut rejeki.

“Jika ke desa-desa, kalau ada koperasi kalau dilihat itu seperti hidup tak mau mati pun enggan. Ini yang menyebabkan perkembangan koperasi tidak pesat di Indonesia,” katanya.

Belum lagi, tambah dia, kader-kader koperasi dan para akademisi yang memiliki misi menyebat pengetahuan koperasi di daerah-daerah juga tidak terprogram dengan baik. Jika pun ada, itu hanya bersifat insidentil.

“Kalau tidak libatkan pemerintah pusat akan susah. Sedangkan pemerintah itu kurang happy dengan koperasi. Jadi pengetahuan atau sosialisasi tentang koperasi didaerah atau pedesaan tidak terprogram dengan baik,” kata dia.(Yan)