Pipnews.co.id, Jakarta – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) kembali mengingatkan masyarakat untuk tidah mudah tergiur dengan penawaran pinjaman onliline atau fintech peer to peer (P2P) lending ilegal. Menurut Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko, bahwa fintech legal atau anggota AFPI hanya boleh mengakses dana pemimjam berupa camera, microfone dan location (Camilan).

“Dimasa pandemi Covid-19 ini,  tingkat kebuhutuhan dana masyarakat semakin meningkat. Inilah yang dimanfaatkan pelaku fintech illegal yang mengiming-iming pinjaman dengan syarat syarat yang sangat mudah. Namun ujung ujungnya itu akal akalan yang merugikan masyarakat, karena fintech illegal ini sering menyalah gunakan data data pemimjamnya,” kata Sunu dalam keterangan tertulis 14/7).

Berdasarkan penemuan Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepanjanjang bulan Juni 2020 teedapat 105 fintech peer to peer yang menawarkan pinjaman kepada masyarakat melalui aplikasi dan pesan singkat ditelepon genggam. Semeñtara itu total fintech P2P lending ilegal yang telah ditangani SWI sejak tahun 2018 sebanyak 2.591 entitas.

Melihat temuan tersebut, Sunu mengatakan, AFPI sangat menunggu dan memberikan perhatian besar adanya Undang Undang Perlindungan Data Pribadi. Saat ini lanjut Sunu, sebagai bagian dari perlindungan terhadap industri fintech P2P lending. AFPI sudah memiliki pusat data fintech, atau Fintech Data Center (FDC) yang bermanfaat untuk meminimalisir penyalahgunaan data konsumen. “AFPI ingin meminimalisir tingkat fraud dan mencegah efek negatif dari industri ini, dan saat ini AFPI telah nemiliki FDC serta code of conduct atau kode etik yang mengatur semua anggota,” jelasnya.

Semebtara itu, Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI mengingatkan masyarakat, agar sebelum melakukan pinjaman perlu memastikan pihak yang menawarkan pinjaman online tersebut memiliki perijinan dari otoriras yang berwenang sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan