Menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah perlu dijadikan momentum dan peluang bagi pelaku UMKM untuk memasuki dan meningkatkan pasar ekspor. Hal ini merupakan peluang emas bagi produk UMKM yang bahan bakunya bukan dari impor. Salah satu strategi yang ditawarkan berupa pengembangan rantai pasokan produk yang dikoordinir oleh pelaku UMKM yang sudah melakukan ekspor.
Demikian ditegaskan Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Abdul Kadir Damanik, pada acara Workshop Strategi KUMKM dalam Menghadapi Dampak Perdagangan Bebas, di Jakarta, Rabu (3/10).

Damanik menambahkan, pihaknya akan terus meningkatkan pemahaman KUMKM dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang usaha dari implementasi perdagangan. Juga meningkatkan sinergitas antara pelaku usaha (KUMKM) dengan stakeholders terkait pengembangan dan pemasaran produk KUMKM. Dengan demikian produk KUMKM makin kompetitif di pasar global.
“Kami terus mendorong pelaku usaha KUMKM melakukan ekspor sendiri tidak melalui perantara atau pengusaha besar, sehingga nilai tambah lebih besar diperoleh,” tandasnya.
Masih jelas dia, secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Juli 2018 mencapai US$104,24 miliar. Sedangkan nilai ekspor yang dilakukan UMKM hingga akhir 2017 sebesar US$28,21 miliar atau sebesar 17%. Dari angka tersebut kata Damanik, nilai ekspor UMKM Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan negara Asean lainnya, seperti Filipina 25%, Malaysia 28%, dan Thailand 35%.

“Ketika pasar Asean terbuka lebar dan luas, maka pangsa pasar produk UMKM Indonesia tidak lagi berkutat di pasar nasional dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa. Melainkan sudah menjadi 600 juta jiwa total penduduk negara-negara Asean,” ungkap dia lagi.

Menurutnya tak bisa dibendung bahwa pasar kita akan dibanjiri produk impor. Oleh sebab itu pihaknya berharap UMKM kita bisa bertahan di pasar dalam negeri yang besar potensinya, sambil mengincar dan berupaya masuk ke pasar di luar.

“UMKM perlu didorong untuk melakukan kegiatan ekspor agar dapat memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut dalam bentuk meningkatkan kemampuan berkompetisi di pasar yang lebih luas, bukan hanya untuk pasar domestik,” tandasnya lagi.
Untuk itu UMKM perlu memiliki kemampuan menghadapi persaingan yang bersifat global. Manfaat lain lanjut Damanik, UMKM memperoleh tingkat keuntungan usaha yang lebih tinggi, karena apresiasi mata uang asing serta makin luasnya pasar produk UKM dengan daya beli yang lebih tinggi di pasar luar negeri. Juga memberikan kesempatan berusaha yang lebih besar termasuk, kerja sama antar UKM Indonesia dengan perusahaan di luar negeri.
Selain itu kata Damanik, manfaat dari UMKM melakukan ekspor merupakan pertumbuhan usahanya yang relatif lebih stabil. Demikian risiko usaha UMKM juga terbagi ke banyak pasar, bukan hanya di pasar domestik, serta meningkatkan kontribusi UMKM terhadap perolehan devisa negara. “Yang tak kalah penting UMKM mampu meningkatkan surplus perdagangan yang pada akhirnya meningkatkan kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tegas Damanik.
Meski begitu, Damanik mengakui bahwa rendahnya nilai ekspor yang dilakukan UMKM dikarenakan beberapa hal. Diantaranya, kuantitas atau volume, pemenuhan standar ekspor termasuk packaging sebagai komoditi internasional, kecepatan proses produksi, dan kontinuitas suplai yang belum dapat dipenuhi para UMKM Indonesia. Imbuh dia, selain hal tersebut, pemberlakuan perdagangan bebas juga merupakan tantangan yang tidak hanya internal di dalam negeri, tetapi juga tantangan eksternal dengan negara lain.
Adapun salah satu pembicara workshop, Tenaga Ahli Bidang Strategi Promosi dan Pemasaran FTA Center, Ditjen PPEI Kemendag, Aryoko Mochtar mengatakan, menjadi pemain global bukan lagi pilihan, melainkan merupakan suatu keharusan bagi para pelaku UMKM dalam negeri untuk bisa tetap eksis di dunia perdagangan.
“Pemerintah Indonesia dengan beberapa negara sudah membuat perjanjian perdagangan atau Free Trade Agreement, dimana perdagangan barang dan jasa tertentu hasil perjanjian dapat melewati perbatasan negara masing-masing tanpa dikenakan hambatan tarif atau hambatan non tarif saat melakukan perdagangan internasional,” paparnya.

Sedangkan Yennas Chandra salah seorang pelaku UKM ekspor mengungkapkan, bagi UMKM yang telah siap menghadapi persaingan global, maka perdagangan bebas merupakan kesempatan besar untuk mendapatkan keuntungan yang besar juga. “Sebaliknya, bagi UMKM yang tidak siap, akan bangkrut karena produknya tidak mampu bersaing dengan produk impor, atau kalah kualitas dan kalah harga,” jelas Yennas.

Kecuali itu imbuh Yennas, bila UMKM Indonesia tidak siap bersaing, maka pasar domestik akan menjadi pasar empuk bagi negara-negara lain. “Karena UMKM kita bangkrut dan tidak produksi lagi, maka akhirnya kita hanya akan menjadi pedagang, distributor, dan konsumen saja,” ungkapnya lagi.

Dia juga menyarankan, UMKM yang kecil-kecil harus bergabung membentuk koperasi moderen (Modern Cooperative) yang dipimpin oleh team management dengan sistem rekrutmen pengurus yang profesional, kompeten, dan berintegritas.

“Karena telah terbukti koperasi-koperasi di luar negeri sangat berhasil dan telah banyak menjadi perusahaan raksasa. Misalnya, Japan Agriculture Cooperative di Jepang, Fairprice di Singapura, hingga koperasi-koperasi besar lainnya asal AS seperti Ace Hardware,” pungkasnya.