Pemerintah sampai saat ini dinilai belum sanggup menuntaskan masalah fluktuasi harga pangan, terutama pada musim panen dan paceklik. Adanya fluktuasi harga bahan pokok yang tidak terkendali, pastinya dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen maupun produsen. Bagi produsen, tingkat harga yang menguntungkan adalah sangat penting untuk kesinambungan usaha. Sedangkan bagi konsumen, harga yang terjangkau sangat penting untuk memastikan hak-hak dasarnya terpenuhi.

Demikian disampaikan Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Abdul Kadir Damanik, dalam acara Focus Group Discussion (FGD) bertema “Pengembangan Kemitraan Usaha Distribusi Bahan Pangan Pokok Untuk Stabilitas Harga di Tingkat Konsumen,” di Jakarta, Senin (9/9).

Untuk itu pihaknya berharap akan terbangun hubungan kolaboratif antara koperasi dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk terciptanya stabilitas harga pangan di tingkat konsumen. “Koperasi bisa diberi peran lebih, karena di setiap pasar pasti ada Koperasi Pasar atau Koppas. Komoditi beras, misalnya, ada sekitar 4-6 titik mata rantai hingga ke konsumen. Bila kita bisa potong rantai tersebut melalui kerja sama dengan Koppas, maka harga di tingkat konsumen bisa stabil,” ujarnya.

Ia menambahkan, skema kemitraan antar pemangku kepentingan dapat dilakukan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut. Misalnya, dalam hal pergudangan dan logistik, pemerintah dapat menggandeng berbagai pihak untuk menyediakan gudang penyimpanan serta jalur distribusi yang lebih efisien. “Dengan begitu dapat meringankan beban Bulog dalam hal menuntaskan permasalahan harga pangan nasional,’ Imbuh Damanik.

Menurut dia, koperasi sebagai wadah pengembangan UMKM juga berperan penting dalam menjaga stabilitas harga. Kehadiran koperasi dapat menggantikan peran tengkulak dan calo, serta memutus mata rantai dari produksi hingga distribusi. Damanik juga menyebut koperasi telah memfasilitasi petani dan produsen agar lebih berkembang serta tercapainya peningkatan daya beli rakyat. “Pemerintah harus melibatkan koperasi-koperasi di level desa, agar tercapai stabilitas harga bahan pokok di tingkat konsumen,” tandas Damanik lagi.

Sementara itu Dirut PT Food Station Tjipinang Arief Prasetyo Adi menekankan, sebagai BUMD milik Pemprov DKI Jakarta, pihaknya pun memiliki misi utama, yaitu stabilisasi pasokan dan harga di wilayah DKI Jakarta. “Warga Jakarta membutuhkan pasokan pangan, karena tidak bisa produksi sendiri. Jakarta ketergantungan pangan 95% pada daerah lain. Setidaknya butuh beras 10 ribu ton perbulan,” kata Arief.

Permasalahan pangan di Jakarta, lanjut Arief, diantaranya pasokan beberapa komoditas tidak mencukupi akibat anomali cuaca dan keterbatasan produksi. “Selain itu, banyak terdapat kendala implementasi kebijakan pengaturan atau tata niaga bahan pangan,” ungkapnya lagi.

Masih jelas Arief, Food Station memiliki tugas membangun dan menyelenggarakan sentra perdagangan bahan kebutuhan pokok makanan. Kedua, mengadakan dan menyalurkan serta menjaga stabilitas suplai, distribusi dan harga bahan pangan pokok. Ketiga, melakukan dan mengelola perdagangan umum kebutuhan bahan pokok beras. “Kita sudah biasa kerjasama dengan koperasi, khususnya Koppas. Bahkan, di tingkat hulu, kita juga sudah kerjasama dengan beberapa Gapoktan di sentra-sentra produksi di seluruh Indonesia,” pungkas Arief