Ada sejumlah catatan dalam RUU Perkoperasian yang konsepnya sudah disetujui dibawa ke Rapat Paripurna DPR-RI untuk disahkan menjadi Undang-undang. Salah satunya tentang perubahan pendirian koperasi cukup 9 orang, sementara sebelumnya minilal 20—21 orang.
Keputusan ini tertuang dalam laporan pembahasan RUU Perkoperasian yang dibacakan oleh Inas Nasrullah (Fraksi Hanura) selaku Ketua Panja RUU Perkoperasian dalam rapat Komisi VI DPR-RI dengan Kementeran Koperasi dan UKM di Senayan, Jakarta, Jumat (13/9).
Berikut adalah kutipan setelah Panja membahas semua subtansi permasalahan koperasi yang termaktub dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Perkoperasian. Dimana Panja telah menugaskan Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi untuk merumuskan materi dan menyelaraskan rumusan RUU tentang Perkoperasian, sesuai dengan hasil Panja dan Raker. Maka dalam Rapat Panja pada 25 Juni 2019, Tim perumus dan Tim Sinkronisasi telah menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Panja dan telah disetujui oleh panja.
Kiranya perlu disampaikan hal-hal pokok perubahan atau ketentuan baru dari RUU yang telah disepakati oleh Panja antara lain, sebagai berikut. Pertama, nilai dan prinsip telah disesuaikan dengan nilai luhur bangsa Indonesia dan hasil Kongres Internasitional Cooperative Alliance (ICA). Kedua, bentuk pendirian, anggaran dasar, perubahan anggaran dasar dan pengumuman. (a) Pendirian koperasi, pengesahan, dan perubahan anggaran dasar telah disesuaikan dengan sistem online single submission. (b) Akta pendirian dilakukan oleh notaris dan prosedur administrasi badan hukum sebelumnya oleh Menteri Koperasi dan UKM berubah menjadi dua, yaitu ditambah Menteri Hukum dan HAM. (c) Jumlah pendiri koperasi primer diperkecil dari 20 orang menjadi 9 orang. Sehingga diharapkan banyak koperasi yang berdiri. (d) Penyuluhan tentang perkoperasian juga dilakukan sebelum pendirian koperasi sehingga pemahaman tentang ilmu perkoperasian dapat diperoleh para pendiri koperasi.
Ketiga, Koperasi Syariah: untuk mengakomodir perkembamngan koperasi syariah saat ini, maka dalam RUU ini telah disepakati bahwa ketentuan mengenai Koperasi Syariah dimasukkan dalam RUU ini. Keempat, Anggota Koperasi : Anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi, sehingga tidak dikenal lagi adanya anggota luar biasa seperti yang berlaku selama ini. Setiap anggota tidak hanya berhak mendapatkan pendidikan tetapi telah disepakati dalam RUU ini juga berhak pelatihan, dan informasi perkoperasian dari koperasi.
Kelima, Perangkat Organisasi : pada Koperasi Syariah, wajib memiliki dewan pengawas syariah selain rapat anggota, pengurus, dan pengawasa dalam perangkat organisasi koperasi. Koperasi dapat menyelenggarakan Rapat Anggota dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini diperlukan dalam mengatasi persebaran jarak antar koperasi. Terdapat pengaturan kourum dalam rapat anggota.
Keenam, Modal : Penyertaan modal yang berasal dari badan usaha, masyarakat, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah untuk koperasi yang melaksanakan tunggal usaha paling banyak 25 % (25%) dari ekuitas. Ketujuh, Usaha : Usaha koperasi dapat dilaksanakan secara tunggal usaha atau serba usaha. Koperasi yang melaksanakan usaha di bidang industri, perdagangan, jasa, dan bidang usaha lainnya harus memperoleh kesempatan utama, dukungan perlindungan, dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan kepada koperasi. Usaha koperasi juga dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah yang berbentuk koperasi syariah.
Kedelapan, rencana kerja dan rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, adalah rencana anggaran pendapatan dan belanja paling sedikit memuat proyeksi, pendapatan, beban pokok, beban operasional, dan beban perkoperasian, surplus hasil usaha dan/atau laba usaha dan investasi.
Kesembilan, selisih hasil usaha dan cadangan, yaitu pendapatan koperasi berasal dari pelayanan kepada anggota, transaksi bisnis dengan non anggota, dan/atau pendapatan lain. Pendapatan koperasi dikurangi beban pokok, beban operasional dan beban perkoperasian merupakan Selisih Hasil Usaha Koperasi. Selisih Hasil Usaha yang berasal dari pelayanan anggota berupa surplus hasil usaha atau defisit hasil usaha. Selisih Hasil Usaha yang berasal dari transaksi bisnis dengan non-anggota berupa laba usaha atau rugi usaha. Cadangan disishkan dari surplus hasil usaha dan/atau laba usaha dan presentasenya ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Penyisihan cadangan dilakukan sampai dengan akumulasi cadangan mencapai paling sedikit 20% dari jumlah modal kontribusi anggota.
Di luar perubahan yang disebutkan tadi, masih terdapat beberapa pasal yang diusulkan diubah konsepnya, antara lain Pasal 75 ayat 2, Bahwa dalam rangka melaksanakan penjaminan tabungan anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Pusat menyelenggarakan penjaminan tabungan anggota. Konsep itu diusulkan diubah menjadi, dalam rangka penjaminan anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan perataruran perundang-undangan.
“Konsep perubahan ini datang dari usulan Kementerian Keuangan,” kata Achmad Hafiz, Ketua Komisi VI DPR-RI selaku pimpinan sidang.
Sedang pada Pasal 122 ayat (1) disebutkan “Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi koperasi. Pasal ini disulkan menjadi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat menyediakan pembiayaan bagi koperasi sesuai dengan perraturan perundang-undangan. Usul ini juga datang dari Kementerian Keuangan, yang dalam persidangan juga ikut hadir.
Recent Comments