Koperasi berbasis komunitas perfilman mulai berkembang di Indonesia. Beberapa waktu terakhir seiring mulai meningkatnya kesadaran insan perfilman untuk memiliki wadah berbadan hukum legal bagi industri yang dikembangkannya.

Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) Suroto dalam acara Diskusi Perfilman di Hotel Hom Primeir Cilacap, Jumat (22/2) menilai, industri film berbasis komunitas di tanah air mulai memperlihatkan gairah barunya. Menurutnya di beberapa tempat mulai bermunculan wacana untuk membangun koperasi sebagai basis pengembangannya.

“Insan perfilman mulai menyadari untuk memilih koperasi sebagai organisasi dan badan hukumnya, karena dianggap paling sesuai untuk menaungi komunitas dan memungkinkan melakukan kegiatan bisnis sekaligus,” ujarnya.

Ia menambahkan, bahwa ini sebuah era baru berkoperasi melalui film sehingga dia berharap wajah perkoperasian akan berubah sekaligus akan mengembalikan kepercayaan masyarakat, terutama anak-anak muda untuk melirik koperasi.

Masih jelas Suroto, koperasi merupakan sistem perusahaan yang demokratis yang memungkinkan semua orang ikut mengambil keputusan. Karenanya sangat cocok untuk dikembangkan, bukan hanya pada sektor perfilman tapi semua sektor dan semua komunitas.

Ia juga menegaskan bahwa koperasi sangat bermanfaat untuk menjalin kontrak kerja sama bisnis. Suroto mencontohkan, Infoscreening yang bergabung dengan Koperasi Film Indonesia atau Indonesian Film Co-operative/IFC, juga akan bisa langsung menjalankan usaha distribusi film ke CGV sebagai penyelenggara film khusus untuk film-film Indonesia yang terkurasi dalam festival film nasional dan international, termasuk film komunitas yang memiliki pesan-pesan sosial.

“Program kerja sama antara Infoscreening yang berbasis koperasi dan CGV ini diberi nama Kreasi Movie Corner. Sebagai pemutaran perdana, Infoscreening dan CGV memutar Film Film karya Garin Nugroho,” kata Direktur Infoscreening Panji Mukadis, saat sesi diskusi Koperasi dan Film di Cilacap, Jawa Tengah.

Adapun Amrul Hakim, Direktur Indonesian Film Co-operative mengatakan, ekosistem film perlu dibangun dari hulu hingga hilir, dari produksi, distribusi, sampai rksebisi. Ia menambahkan bahwa pada saat ini industri film Indonesia belum dikuasai oleh pelaku film di Indonesia. Oleh karena itu, lewat koperasi film yang didirikan oleh komunitas komunitas film, bisa menjadi jejaring dan bekerja sama membangun industri film Tanah Air.

“Hal ini seperti yang dilakukan oleh para pelaku film di Kanada, Inggris dan negara negara lain yang menjalankan industri filmnya dengan basis koperasi film yang lahir dari komunitas komunitas film,” tuturnya.

Diskusi perfilman tersebut dihadiri 30 peserta dari komunitas film di wilayah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Acara tersebut mendapat dukungan dari Kementerian Koperasi dan UKM yang bekerja sama dengan Koperasi Trisakti Bhakti Pertiwi (KOSAKTI). Dalam diskusi tersebut sekaligus dibentuk koperasi film dengan nama Koperasi Multi Kreasi Nusantara dan segera dibadanhukumkan.

“Kami tentu ingin koperasi bisa menjadi bagian dari segala sisi kehidupan masyarakat, termasuk di sektor perfilman. Saya berharap koperasi ini bisa ikut mendukung semakin tertanamnya nilai-nilai koperasi di berbagai kalangan masyarakat terutama generasi muda kita,” tandas Rulli Nuryanto Deputi Bidang SDM.

Ia juga mengapresiasi semakin bertumbuhnya koperasi di bidang perfilman. Pihaknya menyatakan akan terus mendukung insan perfilman di Tanah Air, agar semakin memahami prinsip-prinsip perkoperasian melalui berbagai pelatihan, pembinaan, dan pendampingan yang akan terus dilakukan. “Yang penting anggota koperasi perfilman ini benar-benar berkomitmen terhadap koperasinya yang dibentuk atas inisiatif mereka sendiri,” pungkasnya