Banyaknya pelaku KUMKM yang belum memahami langkah-langkah dan straregi untuk bisa menembus pasar ekspor. Menuntut perlunya dilakukan pembinaan dan pendampingan bagi mereka secara intensif, agar produk-produk KUMKM bisa diekspor. Pemerintah kini tengah berupaya keras agar produk mereka bisa memiliki daya saing tinggi dan bisa meningkatkan aktifitas ekspor atas produk-produknya.

Guna mencapai target tersebut, perlu dibuat sebuah roadmap yang tertuang dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) bidang UKM Ekspor bagi KUMKM. Saat ini SKKNI dan KKNI yang digunakan untuk memandu pelaku KUMKM menembus pasar ekspor masih menggunakan standar yang lama. Sementara kondisi pasar global juga telah berubah lantaran adanya gejolak ekonomi global. Sehingga diperlukan upaya penyesuaian SKKNI dan KKNI agar pelaku KUMKM juga bisa menyesuaikan perubahan global tersebut.

Demikian disampaikan Sekretaris Deputi bidang SDM Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM), Talkah Badrus, dalam sambutannya pada acara Konvensi Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) dan Rancangan Kerangka Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia (RKKKNI) Bidang Ekspor pada Koperasi dan UKM, Jakarta, Senin (10/12).

Melalui peninjauan ulang SKKNI dan KKNI yang berlaku saat ini diharapkan akan melahirkan Standar yang baru yang dapat memudahkan KUMKM dalam menembus pasar ekspor. Hadir dalam acara tersebut Asdep Standardisasi dan Sertifikasi SDM KUMKM Kemenkop dan UKM, Retno Endang Prihantini dan Ketua Tim Perumus RSKKNI dan RKKKNI, Prijadi Atmaja. “Jadi masih banyak UMKM yang kurang memahami tata cara ekspor. Maka pada kesempatan ini kami berharap acara ini bisa hasilkan KKNI yang benar-benar dibutuhkan dan sesuai kebutuhan lapangan termasuk penyesuaian dengan teknologi informasi,” ujar Talkah.

Ia menambahkan nilai ekspor dari sektor UMKM nasional hanya berkontribusi sekitar 14,37% terhadap total ekspor. Jumlah ini tergolong masih sangat kecil jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam. Salah satu penyebabnya adalah mereka tidak memahami prosedur ekspor khususnya yang terkait dengan hal administratif, pembayaran hingga terkait dengan bahasa.

Untuk itu perlu ada panduan dan standar minimal ekspor yang bisa dipahami dengan mudah oleh pelaku KUMKM demi menggenjot nilai ekspor. Ditargetkan pada akhir kabinet Indonesia Maju mendatang, kontribusi sektor UMKM terhadap total ekspor diharapkan bisa mencapai 30% dengan mengikuti SKKNI dan KKNI yang baru. Dengan begitu diharapkan defisit neraca perdagangan dapat semakin ditekan khususnya dari sektor KUMKM.

“Posisi saat ini (kontribusi ekspor UMKM terhadap total ekspor) 14,37%. Kedepan di tahun 2020 kita targetkan bisa sumbangkan 18,12% dan di akhir kabinet bisa mencapai 30%. Ini target fantastis maka kegiatan pengembangan dan pendampingan SDM sangat perlu sekali,” lanjut Talkah.

Hingga kini Kemenkop dan UKM telah memiliki lima SKKNI dalam pembangunan SDM, yaitu SKKNI Bidang Pengelolaan Jasa Keuangan, SKKNI Bidang Jabatan Kerja Pelaksana Ritel Koperasi dan SKKNI Bidang Jabatan Kerja Pelaku Ekspor pada UKM. Kemudian SKKNI bidang simpan pinjam syariah dan pembiayaan serta SKKNI Bidang pendamping UMKM.

“Kami harap dengan konvensi Nasional ini nantinya dapat mencapai kesepakatan serta mendapat pengakuan dari semua pihak. Ini juga bisa menjadi media sosialisasi awal terhadap SKKNI dan KKNI bidang ekspor bagi KUMKM demi mendorong kemajuan ekspor yang lebih baik di masa mendatang,” pungkas dia.

Adapun Asdep Standardisasi dan Sertifikasi SDM KUMKM Kemenkop dan UKM, Retno Endang Prihantini, menambahkan bahwa SKKNI dan KKNI Bidang Ekspor pada Koperasi dan UKM memang sudah saatnya untuk dilakukan perubahan. Hal ini mengacu pada kebutuhan di lapangan yang sudah mengalami perubahan dinamika. Dasar hukum penyusunan ulang RKKNI dan KKNI ini adalah UU No 3 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Selain itu Peraturan Presiden (Perpres) no 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 21 tahun 2014 tentang Pedoman Penerapan KKNI serta Permenaker No 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI.

Retno Endang menambahkan konvensi Nasional RSKKNI dan RKKNI ini adalah tahap akhir dari rangkaian kegiatan peninjauan ulang. Ditargetkan dalam 100 hari kerja Menteri Koperasi dan UKM yang baru RSKKNI dan RKKNI ini dapat disahkan. Dengan begitu fasilitator dapat memiliki pedoman atau rujukan yang baru dalam melakukan pendampingan kepada pelaku KUMKM. Dengan begitu diharapkan tingkat pemahaman pelaku KUMKM untuk melakukan ekspor produk-produknya dapat semakin tinggi.

“Ini (RSKKNI dan RKKNI) lebih teknis sifatnya karena dari awal proses mulai pengadaan bahan baku sampai menjadi produk itu disesuaikan kebutuhan di lapangan. Ini nanti akan jadi modul atau bahan ajar bagi fasilator untuk mendidik pelaku usaha ini bagaimana mengekspor produknya,” tambah Retno