Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad menyatakan tantangan yang harus dihadapi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) saat ini sangat besar. Menurut Muliaman, BPR perlu memperbaharui citra mereka (rebranding) agar tetap bisa relevan dengan masyarakat.

“Saya lihat ini adalah puncaknya. Maksudnya banyak sekali persaingan datang dari lembaga keuangan, baik yang besar maupun kecil yang harus direspons oleh BPR,” ujar Muliaman di kepada wartawan di Jakarta 10 Juli 2017.

Muliaman mengungkapkan sebenarnya BPR telah memiliki sejumlah modal untuk bisa terus berbenah. Salah satunya adalah jumlah BPR yang diklaim mencapai 6.000 jaringan di seluruh Indonesia.

“Asetnya pun Rp115 triliun lebih. Kami harap BPR ini dapat memberikan kontribusi nyata untuk membuka akses keuangan kepada seluruh masyarakat, karena ada di garis depan,” ucap Muliaman, seperti dilansir Tirto.id.

Oleh karena itulah, OJK pun mendorong agar BPR mampu melakukan transformasi, khususnya dengan mengadaptasi kemajuan teknologi yang ada. “Untuk meningkatkan peran BPR, tentu saja dengan environment yang baru. Ketika peranan teknologi dan ekspektasi masyarakat semakin meningkat, OJK terus merespons ini bersama-sama dengan asosiasi-asosiasi di BPR untuk menciptakan inisiatif,” jelas Muliaman.

Kata dia, dengan menambah konten teknologi di BPR, diharapkan BPR bisa menyentuh banyak lapisan masyarakat sekaligus memberikan beberapa aspek kemudahan dan kenyamanan bagi nasabah BPR.

Adapun Muliaman sempat menyampaikan harapannya bagi BPR ke depannya. “Kita ingin BPR bisa lagi masuk pasar, melayani pedagang-pedagang di pasar. Selain itu, kita juga ingin BPR terus masuk ke layanan sektor-sektor informal. Dengan begitu, tentu ada banyak hal yang harus dikerjakan, seperti SDM (sumber daya manusia) dan penerapan prinsip-prinsip GCG (Good Corporate Governance),” kata Muliaman.

Sementara itu, saat disinggung mengenai tren naiknya angka non-performing loan (NPL) BPR, Muliaman turut memberikan pandangannya. Menurutnya, kecenderungan sebenarnya tidak relatif meningkat, melainkan stabil dan malah menurun. Memang memerlukan waktu untuk menangani NPL ini. Tentu saja ini akan jadi perhatian pengawasan dari OJK untuk menangani sisa-sisa NPL agar tidak mengganggu kemampuan berekspansi BPR di masa mendatang.

Masih dalam kesempatan yang sama, Deputi Komisioner Perbankan IV OJK Boedi Armanto sempat mengungkapkan tiga tahapan yang akan dilakukan guna memperbaharui citra BPR.

“Tahapan pertama, tentu pengenalan dan edukasi. Kemudian tahap kedua adalah kita melakukan implementasi yang dimulai dengan pilot-pilot project. Selanjutnya, di tahap ketiga adalah evaluasi dan pengembangan,” jelas Boedi.

Dalam mewujudkan pendekatan dengan teknologi sebagaimana diungkapkan, Boedi pun menyebutkan bahwa BPR telah menjalin kerja sama dengan sejumlah perusahaan teknologi informatika, salah satunya Telco.

“Itu karena kita minta dukungan dari mereka. Ke depannya kami akan membuat koridor atau threshold, siapa saja yang bisa mengikuti maupun syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi,” kata Boedi.

Kendati demikian, OJK sendiri belum memberikan jawaban pasti terkait waktu berjalannya rebranding tersebut. Boedi mengklaim proses kerja sama dengan perusahaan teknologi telah mulai dilakukan, seiring dengan adanya pengkajian yang dimaksudkan guna memilah BPR mana saja yang telah siap untuk mengadaptasi teknologi. (Yan)